Meskipun sebagian besar
masyarakat Sulawesi Tengah telah memeluk agama Islam dan Kristen, namun
disisi lain masih banyak upacara adat yang tetap dijalankan sampai saat
ini. Upacara-upacara tersebut merupakan warisan tradisi nenek moyang
yang berdasarkan pada kepercayaan asli mereka. berbagai upacara yang
diselenggarakan masyarakat terutama yang berkenaan dengan lingkaran/daur
hidup manusia (life cycle) yang terdiri atas kelahiran, masa dewasa,
perkawinan dan kematian. Disamping itu masih banyak upacara lain yang
berkaitan dengan aktivitas hidup sehari-hari. (Sumber:www.tamanmini.com)
Upacara Kelahiran: upacara yang diselenggarakan diawali pada saat seorang wanita memasuki bulan ketujuh mengandung bayi yang pertama. Yang berperanan dalam upacara ini adalah seorang dukun bersalin (sando). Maksud dari upacara ini terutama untuk memohon agar anak lahir dengan selamat, menjadi orang yang baik dan saleh, murah rezeki, dapat mengangkat martabat keluarga dan sebagainya.
Upacara Kelahiran: upacara yang diselenggarakan diawali pada saat seorang wanita memasuki bulan ketujuh mengandung bayi yang pertama. Yang berperanan dalam upacara ini adalah seorang dukun bersalin (sando). Maksud dari upacara ini terutama untuk memohon agar anak lahir dengan selamat, menjadi orang yang baik dan saleh, murah rezeki, dapat mengangkat martabat keluarga dan sebagainya.
Menyongsong kelahiran bayi, dukun telah mempersiapkan bahan-bahan yang terbuat dari daun-daunan untuk mencegah gangguan mahluk-mahluk halus, yang digantungkan pada 4 sudut rumah, jendela, atau kolong rumah. Bila ibu yang bersangkutan mengalami kesulitan ketika melahirkan, maka dukun menempuh berbagai cara antara lain membuka semua bagian rumah atau peralatan rumah tangga yang memakai tutup, umpamanya peti kayu yang terkunci. Kunci peti tersebut direndam di dalam air, lalu disiramkan pada kepada dan perut ibu. Cara lain adalah dengan menggosokkan kotoran burung (hihikio) pada bagian perut wanita tersebut.
Begitu bayi lahir, dukun memotong tali pusar bayi dengan menggunakan sembilu, kemudian diikat dengan kulit kayu libau. Tembuni disimpan dalam belanga tanah dan dicampur dengan abu dapur untuk ditanam atau digantung pada pohon yang tinggi dengan tenang dan khidmat, maksudnya agar anak tersebut kelak dapat hidup dengan tenang dan sejahtera. Tubuh bayi yang baru lahir dibungkus dengan kain dari kulit kayu.
Sesudah bayi berumur 7 hari, diadakan upacara menginjak-nginjak tanah. Inti dari upacara ini adalah menolong bayi yang untuk pertama kalinya menginjak bumi, yang harus diiringi dengan pembacaan doa-doa dengan harapan agar kelak anak tersebut murah rezeki, panjang umur, berani dan dapat menjadi orang yang berguna. Setelah pelaksanaan upacara ini, diadakan musyawarah untuk mencarikan nama bagi bayi tersebut. Pada umumnya nama yang diberikan kepada bayi berdasarkan nama orang tua, nenek moyangnya atau menurut suatu peristiwa/kejadian yang berlangsung pada saat bayi dilahirkan.
Selanjutnya diadakan upacara menaikkan bayi dalam buaian/ayunan (toya), yang dilaksanakan saat bayi berumur 14 hari. Makna dari upacara ini seolah-olah bayi dinaikkan ke rumahnya yang baru, yang juga melambangkan penerimaan keluarga dan masyarakat atas kehadirannya sebagai anggota baru.
Telah merupakan kebiasaan masyarakat, setelah bayi berumur 40 hari diadakan selamatan khusus yang disebut 'nosalama'. Upacara ini merupakan tahap pengenalan bayi terhadap dunia luar setelah selama 40 hari dia hanya berada di dalam rumah. Biasanya keluarga yang mengadakan selamatan mengundang kaum kerabat dan tetangga dekatnya untuk menyaksikan jalannya upacara ini.
Masa Dewasa: Berturut-turut diselenggarakan serangkaian upacara untuk mengantar anak menuju ke masa dewasa. Pada saat anak berumur 12 tahun, diadakan upacara 'nokeso/noloso' baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan. Anak yang terlibat dalam upacara ini disebut 'toniasa' yang artinya dibuat tenang atau didewasakan. Sebulan sebelum menjalankan upacara ini, anak dimasukkan ke dalam suatu ruangan atau kamar yang tertutup (songi) dan harus menjalankan aturan serta disiplin yang sudah ditentukan adat. Jika dia hendak makan, minum, buang air atau bangun dari tidur, dia harus membunyikan tambur atau seruling.
Semalam menjelang pelaksanaan upacara, diadakan 'malam pacar' bagi Toniasa, yaitu jari-jari tangan dan kakinya diberi warna dengan bunga pacar oleh 7 orang tua pria dan wanita. Upacara 'nokeso' (meratakan gigi) diselenggarakan pada keesokan harinya. Bagi pemeluk agama Islam, anak laki-laki yang menjelang dewasa harus dikhitan dan menamatkan belajar membaca Al-quran, sedangkan anak-anak yang beragama Kristen biasanya mereka dibaptis.
Upacara Perkawinan: Adat dan upacara perkawinan pada umumnya melalui beberapa proses yang dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
- Nitangka (dipertunangkan), merupakan masa menanti saat penyelenggaraan perkawinan. Pria dan wanita yang sudah terikat dalam pertunangan tidak diperkenankan lagi mengadakan hubungan dengan pria atau wanita lain.
- Neduta (meminang), yaitu upacara yang diadakan saat keluarga pihak laki-laki meminta kepada pihak keluarga wanita agar anak gadis mereka boleh diambil sebagai menantu. Saat mengadakan pinangan, pihak keluarga laki-laki menyerahkan sebuah tempat sirih (sembulu) lengkap dengan isinya, sebentuk cincin emas, seperangkat pakaian wanita lengkap dan 7 jenis buah-buahan sebagai mas kawin (sunda). Dalam tahap ini ditentukan pula waktu pelaksanaan perkawinan.
- Membawa harta, dilaksanakan 3 hari menjelang upacara perkawinan. Upacara ini dihadiri oleh semua anggota kerabat, tokoh adat setempat, serta para tetangga dan kenalan.
- Malam pacar, dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, dan biasanya dihadiri oleh tokoh-tokoh adat dan orang-orang tua. Pelaksanaan upacara ini diselenggarakan dirumah calon mempelai wanita, yang mana kedua calon mempelai dalam ruangan yang berbeda diolesi jari-jari tangan dan kaki mereka dengan bunga pacar.
- Mencukur rambut, sebelum dilaksanakan peresmian perkawinan, diadakan upacara mencukur rambut yang juga diadakan dirumah calon pengantin wanita. Upacara ini merupakan lambang, sepasang pria dan wanita yang bersangkutan telah mengakhiri masa membujangnya.
- Perkawinan, pada hari pelaksanaan perkawinan kedua calon pengantin dikenakan pakaian kebesaran sesuai dengan adat yang berlaku. Pengantin pria diantar oleh orangtua, sanak keluarga dan para tokoh adat ke rumah pengantin wanita diiringi dengan suara musik. Sebelum memasuki rumah, diadakan pembicaraan antara kedua belah pihak keluarga sebagai upacara pendahuluan. Setelah pengantin pria diperkenankan masuk ke dalam rumah, dilaksanakan upacara perkawinan dengan cara memercikan air pada kepala kedua mempelai. Kemudian peresmian perkawinan dilangsungkan berdasarkan agama Islam atau Kristen. Selain itu adapula yang disebut 'Nipoloanga' (mandi bersama di depan pintu), yaitu merupakan upacara penutupan dari seluruh rangkaian upacara perkawinan, yang diadakan 3 hari setelah persemian perkawinan. Kedua pengantin dimandikan dengan air yang dicampur bunga-bungaan dan daun-daunan berbau harum serta mayang kelapa. Pelaksanaan upacara ini di depan pintu masuk ke dalam rumah.
Upacara Kematian:
dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu menjelang kematian (nopamada)
dan masa kematian yang terdiri atas 3 tahap ialah persemayaman (molumu),
penguburan (motana tomate), serta sesudah penguburan.
Masih ada beberapa upacara adat lainnya di Sulawesi Tengah yang berkaitan dengan aktivitas hidup sehari-hari dan masih dilaksanakan hingga saat ini seperti Motaro, Moandulasa (selamatan pengairan), Mepone ri banua davou (naik rumah baru) dan Padungku (upacara panen).
(Sumber:www.tamanmini.com)
- Nosuna/Khitan
- Dialek Bahasa KailiBerdasarkan Subetnis
- Kali Traditional Dress
- KAKULA Musik Etnik SukuKaili Sulawesi Tengah
- Lalove Suling SakralPengiring Tarian Balia
- Kongres Bahasa KailiLibatkan 9 Subetnis
- Pencarian Makna “Tadulako”dari Kampus hingga Situs
- Tadulako Bulili
- PITUNGGOTA
- Suku Da’a:
- Balia, Ritual Pengobatan alaSuku Kaili
0 komentar:
Posting Komentar