BUKU ini menjadi satu-satunya publikasi populer yang mengkaji secara ilmiah cerita rakyat (folklore) Kaili. Menjadi satu-satunya karena pengalaman bertemu buku ini sudah berkali-kali, tapi hanya melalui rekomendasi hasil pencarian di internet.
Suatu kali bertemu juga dengan fisik bukunya. Bukan di Palu, tempat yang seharusnya buku ini mudah didapatkan, tapi di perpustakaan kantor perwakilan sebuah lembaga kajian tentang sejarah Indonesia dan Karibia milik pemerintah Belanda (KITLV) di Kebayoran, Jakarta.
Berikut adalah sepuluh judul cerita dalam buku itu:
- Mombine nembeti dako ri tara ntea / Perempuan yang muncul dari daun Teh
- Paramula nu Tabaro bo Lanu / Asal mula Sagu dan Palem
- Koria nu bau Duyu / Asal mula ikan Duyung
- Vavu rone (1 sampai dengan 4 adalah legenda)
- Pinggavea
- Banja Sinongi (5 sampai dengan 6 adalah mitos)
- I Dora ante I Potia / Burung Nuri dan burung putih
- Sabana Velesu naeka ante Taveve / Sebabnya tikus takut pada kucing
- Sabana asu nobalika Bavu, Taveve bo Rusa / Sebabnya Anjing memusuhi Babi, Kucing, dan Rusa (7 sampai dengan 8 adalah fabel)
- Toposopu / Tukang Sumpit (parabel)
Kesepuluh folklore itu dibagi dalam sifat cerita dalam pengaturan klasifikasi berikut:
- Didaktis, yang bersifat mendidik (cerita 2, 7, dan 9)
- Kepahlawan (cerita 5, Banja Sinongi)
- Pemujaan (cerita 1 dan 5)
- Keagamaan (cerita 10, Toposopu)
- Satir (cerita 3 dan 4)
Buku ini membuka pemahaman saya yang lain. Saya pernah menulis di blog saya pengaruh cerita Tadulako Bulili yang saya temui hampir di semua publikasi cerita rakyat dari Sulawesi Tengah. Cerita itu, serupa representasi cerita rakyat khas dari Kaili yang sayangnya tidak duduk sejajar dengan cerita-cerita rakyat lain yang dikonsumsi saat kecil: Tangkuban Perahu, Bandung Bondowoso, Malin Kundang, dst.
Diakhir buku, kesepuluh cerita itu terlampir.
Catatan atas buku ini ada pada sumber cerita yang tak disampaikan para penulis yang menulis buku ini dalam sebuah tim kerja. Ada banyak sub etnis dalam Kaili yang baik juga dipahami sebagai informasi, cerita-cerita rakyat Kaili yang dilisankan para narasumber yang kemudian dituliskan oleh tim lahir dari lembah Palu yang luas secara bahasa dan tema.
Ikhtiar macam ini jauh sebelumnya, pada 1979, telah dilakukan oleh dinas pendidikan. Dua salinan yang ada pada saya masing-masing salinan terdiri atas duapuluhan cerita yang dikumpulkan dari daerah-daerah (kabupaten) di Sulawesi Tengah. Pada antologi yang diterbitkan pada 1979 itu sumber cerita disampaikan, kemudian ditafsirkan ulang dalam bentuk cerita. Salah satu penulisnya, Nooral Baso, sampai saat ini masih produktif menulis puisi.
Ada kesamaan topik yang saya temukan dalam salah satu cerita di buku yang terbit pada 1991 itu, dengan yang saya dapatkan di buku yang saya sebut terbit pada 1979. Cerita tentang Duyu (Koria nu Bau Duyu). Sama topik, beda sudut pandang. Titik singgungnya berada pada bahasan tentang muasal tempat, Duyu, arah barat Palu. Beda sudut pandang. Yang satu tentang Ikan Duyung, yang lain tentang kutukan alam di suatu daerah yang dulu sebelum bernama Duyu bernama Baragampaya (rawa), diyakini sebagai tempat sauh perahu Sawerigading, legenda yang paling memberi warna dan pengaruh dalam arus utama cerita rakyat di Sulawesi Tengah.
Akhirnya, saya yakin ada banyak skripsi mahasiswa atau jurnal ilmiah guru dan dosen khususnya jurusan bahasa di perguruan-perguruan tinggi, baik negeri atau swasta yang ada di Palu yang juga mengkaji tema sama. Tapi soalnya adalah tidak terpublikasinya tulisan-tulisan secara institusi. Ditengah keterbatasan itu, harapan akhirnya ada pada para penulis yang harusnya menginisiasi tulisan-tulisan mereka untuk dipublikasi.
Data Buku
Judul: Struktur Sastra Lisan Kaili
Penulis: Ahmad Saro, Amir Kadir, Masyhuddin Masyhuda, Ilyad A. Hamid (FKIP Untad)
Penerbit: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud)
Tahun dan tempat terbit: 1991, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar