Pages

silahkan cari isi blog di sini

Rabu, 18 April 2012

Kali Traditional Dress

doc.Lia mustafa
Kaili merupakan salah satu suku bangsa yang menempati wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Pada zaman dahulu, masyarakat Kaili mengenal sistem pelapisan sosial dengan empat tingkatan sosial di dalamnya. Ada golongan raja (maradika), bangsawan (toguua mungana), rakyat kebanyakan (todea), dan budak (batua).
Pada setiap lapisan sosial biasanya terdapat sejumlah atribut berupa lambang atau simbol-simbol tertentu. Meskipun saat ini, sistem pelapisan tersebut tidak lagi bertahan sepenuhnya, atribut tersebut masih dapat ditemukan dalam beberapa hat, sekalipun itu tidak banyak. Salah satunya tampak pada unsur busana adat yang menjadi milik masyarakat Kaili.

Berbicara mengenai busana adat masyarakat Kaili tampaknya akan lebih didominasi oleh busana yang biasa dikenakan oleh kaum wanitanya. Selain memiliki busana yang cukup beragam, kelengkapan busana berikut aksesori lainnya pun tidak kalah bervariasinya. Sementara itu, gambaran mengenai busana adat pria Kaili tampak jauh lebih sederhana. 

Busana wanita Kaili, pada zaman dahulu terdiri atas kain sarung lengkap dengan bajunya yang berupa blus berlengan pendek. Bahan baju tersebut beradal dari kain fuya, yakni kain yang terbuat dari serat kulit kayu. Untuk keperluan pakaian sehari-hari, kain fuya yang digunakan agak kasar. Lain halnya dengan kain fuya yang digunakan untuk membuat busana pesta, lebih halus dan dilengkapi dengan hiasan yang berupa aplikasi beraneka warna. Namun kini kain fuya telah ditinggalkan dan diganti dengan bahan katun atau jenis kain lainnya yang dapat dibeli dengan mudah. 

Busana adat wanita Kaili dapat dibedakan ke dalam tiga jenis model baju, yakni baju poko, baju gembe, dan baju pasua. Busana yang disebut dengan baju poko itu sendiri ada dua macam, yakni baju yang berlengan panjang dan baju yang berlengan pendek. Keduanya sama-sama berleher bundar dan tanpa krah pada baju bagian atasnya. Baju gembe adalah baju yang memiliki bentuk dan potongan sejenis dengan baju bodo yang terdapat dalam kebudayaan Bugis. Adapun gambaran mengenai baju pasua adalah jenis baju yang memiliki bentuk leher bundar, ada belahan pada bagian dadanya dan diberi sejumlah kancing, berlengan panjang dengan kancing pada bagian pergelangan tangannya. 

Selain baju-baju tersebut, kaum wanita Kaili kerapkali mengenakan kelengkapan busana lainnya yang cukup khas seperti ikat kepala dan tudung kepala. Masyarakat di tempat tersebut menamakan ikat kepala yang biasa dikenakan oleh kaum wanita dengan sebutan tali bonto. Bahan yang digunakan untuk membuat ikat kepala tersebut adalah rotan yang tipis atau fuya. Sementara itu, keberadaan tudung kepala memang mendapat tempat tersendiri dalam kehidupan kaum wanita Kaili. Biasanya, mereka mengenakan tudung kepala pada saat melakukan kegiatan sehari-hari. Secara fisik, tudung kepala yang biasa dikenakan oleh kaum wanita tersebut berbentuk seperti kerucut, dengan bahan bakunya berasal dari rotan yang dianyam sedemikian rupa. 

Untuk mempercantik penampilan mereka dalam berbusana, tak lupa dikenakan perhiasan-perhiasan sebagai pelengkapnya, dengan jenis yang cukup beragam. Bahkan khusus untuk kaum wanita bangsawan, perhiasan yang dipilihnya terbuat dari manik-manik atau bahkan juga terbuat dari emas. Jenis-jenis perhiasan itu sendiri pada umumnya berupa kalung bersusun, kalung panjang, pending, bermacam-macam gelang mulai dari lengan hingga siku mereka, pembungkus hasta dan pergelangan tangan, dan hiasan untuk penutup rambut. Berbicara mengenai perhiasan yang biasa dipasang pada bagian kepala kaum wanita Kaili, sangat erat dengan kebiasaan mereka yang gemar menyanggul rambut. 

Oleh karena itu, tidak heran bila di daerah tersebut terdapat beraneka ragam jenis sanggul. Paling tidak, ada tiga model sanggul yang senantiasa ditampilkan oleh para wanita kaili. Pertama adalah unte tandu, yakni bentuk sanggul tanduk yang biasanya diletakkan di bagian belakang kepala. Jenis sanggul seperti ini hanya diperuntukkan bagi para pengantin wanita saja. Jenis sanggul yang kedua bernama unte pompule pasiki, yakni bentuk sanggul yang didapatkan dengan cara menyisipkan gulungan rambut mereka ke dalam rambut itu sendiri. Model sanggul seperti ini akan tampak pada saat wanita Kaili melakukan berbagai rutinitas kegiatan sehari-hari mereka. Model rambut yang paling terakhir disebut unte pambeo, yakni model sanggul dengan ciri khasnya terletak pada ujung rambut yang disanggul sedikit diuraikan ke bagian samping hingga mencapai bahu. 

Bila gambaran mengenai busana adat wanita Kaili begitu kaya akan berbagai informasi di seputar masalah tersebut, justru berbeda dengan kondisi mengenai busana adat kaum pria Kaili. Dengan mengungkapkan profil pria Kaili, akan tampak bagaimana sebenarnya busana adat mereka yang pernah ada selama ini. 

Busana yang digunakan kaum pria untuk menutupi anggota badan bagian bawah adalah cawat dan celana pendek yang pipa celananya sedikit di atas lutut. Adapun pada anggota tubuh bagian atas kerapkali hanya bertelanjang dada. Namun bila akan bepergian, baru mereka memakai baju untuk menutupi anggota tubuh bagian atasnya. Selain kedua unsur busan tersebut, ada juga kelengkapan busana lainnya yang senantiasa dikenakan oleh mereka. 

Ada beberapa jenis kelengkapan busana adat pria Kaili, yakni kain sarung, ikat kepala dan kampuh. Unsur yang pertama adalah sarung, yang pemakaiannya tidak dilakukan untuk menutupi badan bagian bawah melainkan hanya disampirkan di bahunya. Tentu saja bukannya tanpa alasan bila mereka mengenakannya seperti itu. Ada satu tujuan utama yang hendak dicapai, yakni untuk menghangatkan tubuh atau berfungsi sebagai penahan hawa dingin. 

Kelengkapan busana lain yang tidak kalah pentingnya adalah ikat kepala. Secara historis, pemakaian ikat kepala ini sangat erat kaitannya dengan aktivitas mereka di masa lalu, yakni berperang dan tradisi pengayauan. Pada masa itu, memang ada satu kebiasaan masyarakat Kaili untuk memenggal kepala musuh pada saat berperang, yang dikenal dengan istilah mengayau. Ikat kepala yang dipakai oleh kaum pria tersebut memiliki warna yang beragam serta bermotif. Tentu saja pemilihan warna dan motif tersebut akan disesuaikan dengan status sosial pemakainya. Satu kelengkapan lainnya yang senantiasa dibawa oleh kaum pria Kaili adalah kampuh yang berisi sirih pinang dan beraneka macam benda-benda yang digunakan untuk meramal oleh pemiliknya. Salah satu di antaranyanya adalah biji jagung kering. Kampuh yang sarat dengan berbagai macam benda tersebut biasanya dikalungkan pada leher mereka. 

Ditulis Oleh : C.U (Cari Urusan) ~ Deskripsi Blog Anda

Artikel Kali Traditional Dress ini diposting oleh C.U (Cari Urusan) pada hari Rabu, 18 April 2012. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: Get this widget ! ::

0 komentar:

Posting Komentar