Pages

silahkan cari isi blog di sini

Sejarah SulTeng

 Sejarah Kota Palu | Sulwesi Tengah ~
Palu adalah “Kota Baru” yang letaknya di muara sungai. Dr. Kruyt menguraikan bahwa Palu sebenarnya tempat baru dihuni orang (De Aste Toradja’s van Midden Celebes). Awal mula pembentukan kota Palu berasal dari penduduk Desa Bontolevo di Pegunungan Ulayo. Setelah pergeseran penduduk ke dataran rendah, akhirnya mereka sampai di Boya Pogego sekarang ini


Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kesatuan empat kampung, yaitu : Besusu, Tanggabanggo (Siranindi) sekarang bernama Kamonji, Panggovia sekarang bernama Lere, Boyantongo sekarang bernama Kelurahan Baru. Mereka membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota. Salah satu tugasnya adalah memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan kegiatan kerajaan. Kerajaan Palu lama-kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap Kerajaan Palu. Belanda pertama kali berkunjung ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado di tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu, mereka pun menyerang Kayumalue. Setelah peristiwa perang Kayumalue, Raja Maili terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei 1888 Raja Jodjokodi menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda.

Berikut daftar susunan raja-raja Palu :
1. Pue Nggari (Siralangi) 1796 - 1805
2. I Dato Labungulili 1805 - 1815
3. Malasigi Bulupalo 1815 - 1826
4. Daelangi 1826 - 1835
5. Yololembah 1835 - 1850
6. Lamakaraka 1850 - 1868
7. Maili (Mangge Risa) 1868 - 1888
8. Jodjokodi 1888 - 1906
9. Parampasi 1906 - 1921
10. Djanggola 1921 - 1949
11. Tjatjo Idjazah 1949 – 1960

Setelah Tjatjo Idjazah, tidak ada lagi pemerintahan raja-raja di wilayah Palu. Setelah masa kerajaan telah ditaklukan oleh pemerintah Belanda, dibuatlah satu bentuk perjanjian “Lange Kontruct” (perjanjian panjang) yang akhirnya dirubah menjadi “Karte Vorklaring” (perjanjian pendek). Hingga akhirnya Gubernur Indonesia menetapkan daerah administratif berdasarkan Nomor 21 Tanggal 25 Februari 1940. Kota Palu termasuk dalam Afdeling Donggala yang kemudian dibagi lagi lebih kecil menjadi Arder Afdeling, antara lain Order Palu dengan ibu kotanya Palu, meliputi tiga wilayah pemerintahan Swapraja, yaitu :

1. Swapraja Palu
2. Swapraja Dolo
3. Swapraja Kulawi

Pertumbuhan Kota Palu setelah Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda kemudian Jepang pada tahun 1945 semakin lama semakin meningkat. Dimana hasrat masyarakat untuk lebih maju dari masa penjajahan dengan tekat membangun masing-masing daerahnya. Berkat usaha makin tersusun roda pemerintahannya dari pusat sampai ke daerah-daerah. Maka terbentuklah daerah Swatantra tingkat II Donggala sesuai peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 1952 yang selanjutnya melahirkan Kota Administratif Palu yang berbentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978.
Berangsur-angsur susunan ketatanegaraan RI diperbaiki oleh pemerintah pusat disesuaikannya dengan keinginan rakyat di daerah-daerah melalui pemecehan dan penggabungan untuk pengembangan daerah, kemudian dihapuslah pemerintahan Swapraja dengan keluarnya peraturan yang antara lain adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 Tentang Terbentuknya Dati I Propinsi Sulteng dengan Ibukota Palu.

Dasar hukum pembentukan wilayah Kota Administratif Palu yang dibentuk tanggal 27 September 1978 atas Dasar Asas Dekontrasi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Kota Palu sebagai Ibukota Propinsi Dati I Sulawesi Tengah sekaligus ibukota Kabupaten Dati II Donggala dan juga sebagai ibukota pemerintahan wilayah Kota Administratif Palu. Palu merupakan kota kesepuluh yang ditetapkan pemerintah menjadi kota administratif.

Sebagai latar belakang pertumbuhan Kota Palu dalam perkembangannya tidak dapat dilepaskan dari hasrat keinginan rakyat di daerah ini dalam pencetusan pembentukan Pemerintahan wilayah kota untuk Kota Palu dimulai sejak adanya Keputusan DPRD Tingkat I Sulteng di Poso Tahun 1964. Atas dasar keputusan tersebut maka diambil langkah-langkah positif oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Pemerintah Dati II Donggala guna mempersiapkan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan kemungkinan Kota Palu sebagai Kota Administratif. Usaha ini diperkuat dengan SK Gubernur KDH Tingkat I Sulteng Nomor 225/Ditpem/1974 dengan membentuk Panitia Peneliti kemungkinan Kota Palu dijadikan Kota Administratif, maka pemerintah pusat telah berkenan menyetujui Kota Palu dijadikan Kota Administratif dengan dua kecamatan yaitu Palu Barat dan Palu Timur.

Berdasarkan landasan hukum tersebut maka pemerintah Kotif Palu memulai kegiatan menyelenggarakan pemerintahan di wilayah berdasarkan fungsi sebagai berikut :
a. Meningkatkan dan menyesuaikan penyelenggaraan pemerintah dengan perkembangan kehidupan politik dan budaya perkotaan.
b. Membina dan mengarahkan pembangunan sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi dan fisik perkotaan.
c. Mendukung dan merangsang secara timbal balik pembangunan wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah pada umumnya dan Kabupaten Dati II Donggala.

Hal ini berarti pemerintah wilayah Kotif Palu menyelenggarakan fungsi-fungsi yang meliputi bidang-bidang :
1. Pemerintah
2. Pembina kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya perkotaan
3. Pengarahan pembangunan ekonomi, sosial dan fisik perkotaan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tanggal 12 Oktober 1994, Mendagri Yogi S. Memet meresmikannya Kotamadya Palu dan melantik Rully Lamadjido, SH sebagai walikotanya. Kota Palu terletak memanjang dari timur ke barat disebelah utara garis katulistiwa dalam koordinat 0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT. Luas wilayahnya 395,06 km2 dan terletak di Teluk Palu dengan dikelilingi pegnungan. Kota Palu terletak pada ketinggian 0 – 2500 m dari permukaan laut dengan keadaan topografis datar hingga pegunungan. Sedangkan dataran rendah umumnya tersebut disekitar pantai.

Berikut batas-batas wilayah Kota Palu adalah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tawaeli dan Kecamatan Banawa
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Marawola dan Kabupaten Sigi
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Banawa dan Kecamatan Marawola
- Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tawaeli dan Kabupaten Parimo

Dengan pembagian wilayah menjadi empat, yaitu :
1. Kecamatan Palu Barat mencakup 15 Kelurahan
• Duyu
• Ujuna
• Nunu
• Boyaoge
• Balaroa
• Donggala Kodi
• Kamonji
• Baru
• Lere
• Kabonena
• Tipo
• Buluri
• Silae
• Watusampu
• Siranindi

2. Kecamatan Palu Selatan mencakup 12 Kelurahan
• Tatura
• Birobuli
• Petobo
• Kawatuna
• Tanamodindi
• Lolu Utara
• Tawanjuka
• Palupi
• Pengawu
• Lolu Selatan
• Sambale Juraga
• Tamalanja



3. Kecamatan Palu Timur mencakup 8 Kelurahan
• Lasoani
• Poboya
• Talise
• Besusu Barat
• Tondo
• Besusu Tengah
• Besusu Timur
• Layana Indah

4. Kecamatan Palu Utara mencakup 8 Kelurahan
• Mamboro
• Taipa
• Kayumalue Ngapa
• Kayumalue Pajeko
• Panau
• Lambara
• Baiya
• Pantoloan 
Sumber:http://indo-one.blogspot.com/ 




     Suku kaili adalah suku yang mendiami lembah palu. Atau bisa disebut juga sebagai suku asli lembah palu. Masyarakatsuku ini mendiami sebagian besar wilayah sulawesi tengah meliputi Kota Palu, Wilayah kabupaten Donggala, Kabupaten Kulawi, Parigi dan Ampana, Sebagian Kabupaten poso dan sejumlah kecil mendiami kabupaten lainnya seperti Kabupaten Buol dan kabuaten Toli-toli. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata kaili, salah satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku orang palu ini berasal dari nama pohon dan buah kaili, yang umumnya tumbuh dihutan-hutan dikawasan daerah ini. Penulis belum pernah membaca penelitian tentang khasanah budayah daerah ini dalam suatu karya ilmiah yang komprehensif mengenai budaya dan tradisi masyarakat ini. Tapi paling tidak berdasarkan pengalaman, penulis dapat mengungkapkan bahwa Bahasa Kaili yang menjadi bahasa dimasyarakat ini sangatlah unik dan banyak ragamnya. Misalnya bahasa kaili ledo oleh masyarakat palu, kaili edo bagi masyarakat watunonju, Kaili inja bagi masyarakat Bora, Kaili Tara untuk masyarakat Lasoani, Kaili Ija untuk masyarakat Lambara, Kaili ado untuk masyarakat Pakuli….dan masih banyak lagi …….
Kawasan Lembah Palu dan sekitarnya beberapa abat yang lampau merupakan dataran air sungai Palu, dan merupakan suatu wilayah yang menjadi ciri has kebudayaan dan pemerintahan.
 Adat hidup dinegeri ini khusus lemba Palu saat ini kecamatan Palu Timur dan Palu Barat, minus kelurahan Tondo, Petobo, dan kecamatan Marawola adalah kerajaan Palu yang dahulu masuk dalam lingkungan kerajaan Gowa.

Kerajaan Palu yang terletak di dataran sungai Palu didirikan seorang pangeran yang berasal  dari “MARIMA” diatas Poboya yang bernama “Pue Nggari”. Pue Ngari bersama rakyat turun dari “Marima” dan tinggal beberapa lama di “Pantosu”, dan setelah itu pindah lagi di Valangguni kemudian pindah lagi dilokasi penggaraman saat ini, kemudian pindah lagi ke “Pandapa”  nama sekarang ini Besusu.

Setelah tinggal dibesusu dibuatlah Istana untuk Pangeran yaitu Pue Nggari dan tempatnya dibuat dari bahan tanah disusun secara tinggi dan bertingkat. Setelah dibuatkan Istana di Besusu Pue Nggari kawin lagi dengan Pue Puti dari Dolo, Pue Putih ini, saudara dari Penguasa dolo yang di sebut pada waktu itu “Bulanggo”

Pue Nggarai mempunyai tiga orang putera dan dua orang puteri yang berada di Palu yaitu :

Putera :
-         Lasamaingu
-         Pue Songu dan
-         Andi Lana

Puteri
-         Yenda Bulava dan
-         Pue Rupiah,

Tidak lama Pue Nggari mendiami Lemba Palu kemudian di ikuti keluarganya dari “Malino” yaitu :
-         Rombongan Yantakalena turun dan mendiami Kayu Malue
-         Rombongan Pue Voka  turun dan mendiami Vatu Tela
-         Rombongan Pue Nggari turun dilokasi penggaraman nama saat ini, dan kemudian  mendiami Besusu.

Dilokasi penggaraman ini digalilah sumur oleh seorang keluarga Pue Nggari yang bernama “Rasede”, sumur inilah yang diberi nama  “Buvu Rasede” sampai sekarang.

-         Rombongan dari Bulili, Gunung Gawalise dan sekitarnya turun langsung ke “Tatanga” di bawah kepala suku bernama “Raliangi”, kemudian langsung mendiamai bulava dan Penggeve  tidak lama kemudian terus kesiranindi.



PERISTIWA BERSEJARAH

Setelah seluruh persyaratan dari Sombarigowa diterima Pue Nggari maka diadakanlah sebagai berikut :

-         Pengislaman terhadap Pue Nggari bersama keluarganya yang dilaksanakan oleh Dato Karama dengan istilah “PoVonju Tevo”

Keluarga-keluarga  bangsawan yang turut di islamkan sebagai berikut :
-         Vua Pinano isteri dari Pue Nggari
-         Lasamaingu
-         Andi lana bersama isteri dari Tatanga
-         Pue Songu tidak mau di Islamkan
-         Yenda Bulava , suaminya tidak mau di Islamkan dan tidak menerima agama Islam.
-         Pue Rupiah yang dikenal dengan Pue Sese
-         Keluarga dari labunggulili keturunan Dari silalangi. Serta di Islamkan juga Pue Njidi yang Berkedudukan Panggewe.

Setelah persyaratan dari somba ri gowa di penuhi semuanya Palu di Proklamirkan sebagai kerajaaan yang berdiri sendiri.

            Sesudah terlepas dari kekuasaan somba ri gowa tapi yang dipertahankan adalah :
Kalau Gowa menjadi Rusuh maka palu menjadi Susah, kalau Palu tidak dapat menyelesaikan masalah di ujungpandang kapasana.maka disusunlah Pemerintahan sebagai berikut :
-         Magau adalah Pue Nggari
-         Madika Malolo dari keluarga Silalangi
-         Madika Matua tetap dipegang keluarga dibesusu
-         Baligau keluarga madika Tatanga



SEJARAH KERAJAAN PALU

Panjaroro (Pue boNgo) putra dari mbulava lemba pangeran dari bangga. Kawin dengan yenda bulava. Yenda Bulava puteri pue nggari, magau pertama yang di islamkan pertama dato karama bersama pemberian payung kerajaan dari Sulawesi Selatan.

            Hasil perkawinan pebolai dengan adik magau dolo (pue Puti) pue putih dibuatkan istana di tangga banggo. Di istana inilah panjororo dilahirkan. Pue inggari pangeran dari besusu yang menerima payung kerajaan dari Sulawesi Selatan. Adapun Payung kerajaan yang ada dilemba kaili masing masing :

-         Payung kerajaan palu berasal dari Gowa yang diBawah Dato Karama diterima pue nggari di besusu pada akhir abad ke 19. payung kerajaan dibawah ketatanga.
-         Payung Kerajaan Dolo bersal dari bone dibawah Manuraja diterima oleh sumba lemba di palu, kemudian diteruskan sumba Bulava di Dolo pada waktu itu berkedudukan di Bodi, sumba bulava pangkatnya magau.
-         Payung kerajaan Sigi berasal dari Luwu di bawah oleh Towiwa, kemudian towiwa kawin dengan bakulu, hasil perkawinan dengan bakulu melahirkan saera dan tandalabua, mereka inilah menurunkan raja raja sigi dan tavaili. Towiwa ini berpangkat Capita pada waktu itu pusat kerajaan sigi berpusat sigimpu.
-         Puenggari mempunyai dua orang isteri antara lain isteri pertama dari Bulu Masomba di bawah keistana besusu.
-         Isteri Nibolai Berasal dari Dolo tinggal di Tangga banggo.
Dilemba kaili pada saat itu ada dua persekutuan yaitu Rantempanau yang terdiri kerajaan Palu dibawah Pimpinan Pue Sese
Kerajaan Dolo dibawah Pimpinan Pue Boga dan Rantempandake yang terdiri dari kerajaan sigi dan Tavaeli pada saat itu dipimpin oleh “Tomai Bakulu”.
Atas perkawinan pue nggari dengan pue putih madika dolo lahir dua orang puteri yaitu

1.      …  bulava    
2.      Daesana

Pue puti semasa kawin dengan Pue Nggari menempati Istana Tangga Banggo. Istana ini ditempati juga oleh Yendabulava, Yendabulava dikawini oleh bangsawan dari bangga yang bernama Mbulawa lemba.Dan hasil perkawinan Yendabulawa dengan Bulawa Lemba lahir seorang putera bernama “Panjaroro” yang dikenal dengan nama “Pue Bongo”.
Daesana” dikawini oleh bangsawan dari “Tavaili”,
Panjoro yang disebut sekarang dengan nama “Pue Bonggo” yang berjasa meluaskan kerajaan palu.

Esepansi Panjaroro, kesebelah barat sampai dengan tanah kasolowa yaitu di Sorodu melahirkan seorang putera bernama “Tiro lemba”.
Mbangejo Lemba kawin dengan Daeng Mangipi Madika “Bulanggo Dolo”, hasil perkawinan Mbangejo  Lemba dengan Daeng Mangipi Lahir seorang anak bernama Yaruntasi. Yaruntasi inilah diangkat sebagai Magau Dolo yang ke 4.
Panjororo juga kawin di Labuan dan anak dari labuan kawin dengan Makagera (Pue Lemba)  Melahirkan Jalalemba, Limuintan (Madika Randalabuan) kemudian kawin lagi di Maboro dan Palu.

Setelah panjaroro meluaskan kerajaan Palu kemudian bergerak ke utara sampai kebuol. setelah tiba di buol Panjororo (Pue Bonggo) tinggal puluhan tahun di Buol
Setelah puluhan tahun di buol kerajaan Palu diserang dari arah timur dan selatan oleh kerajaan Sigi kecuali ibu kota kerajaan tidak diserang yaitu  Besusu dengan diplomasi Sigi dari Magau Mombine.
Setelah rombongan Pue Sese dan Pue Bongo tiba di Palu dibuatlah serangan pembalasan terhadap kerjaan Sigi kemudian Pue Sese dan Pue Bongo mengatur persiapan pasukan untuk serangan balasan. Pasukan yang disiapkan terdiri dari :
Pasukan dari Dombu / Gunung Gawalise dibawah pimpinan Bangsawan Pindagi dari Bangga.

Panjororo juga ikut berperang langsung sebagai penanggung jawab.
Pue Indate Ngisi  dan Pue Mpero sebagai panglima perang.
Pasukan terbagi dua masing masing dibawah pimpinan Puempero dan Pue Ndatengisi, setelah siap semua persiapan serangan balasan serangan dilaksanakan pada waktu sigi mengadakan “Salia Madika “ pesta raja

Pasukan Pue Ndatengisi menyerang dari arah timur, Pasukan Pue Mpera menyerang dari arah barat yaitu dari dolo. Kecuali ibu kota kerajaan sigi tidak diserang.
Pasukan dari Palu mengobrak-abrik Pasukan Sigi yang berada di Vatunonju dan Bora.
Rakyat dari Vatu Nonju bernama Lolu di jadikan tawanan perang kemudian di bawah ke Palu. Dan sebagian tinggal di Biromaru, dan rakyat berasal dari Sigi tinggal di Palu kemudian diberian tempat tinggal yang baru yaitu karena mereka berasal dari Sigi.
Setelah Panjororo membawa kemenangan melawan pasukan sigi maka diadakan beberapa isi perjanjian :

1.      Diadakan upacara Notiro Uve yaitu upacara sumpah setia mengeluarkan Batu Putih yang diambil dari Sigi pada muara sunggai Palu dengan sumpah setia berbunyi : “Meumbapa Vatu Puti Hie pade Mahancuru Tanah Nupalu” 
2.      Diadakan pemindahan ibukota kerajaan dari besusu keserang sungai Palu bagian barat.
3.      Magau kedua yaitu Pue Sese mengadakan Manjingge Toru artinya melepaskan dan menyerahkan Kaogea
4.      Panjororo Akan dikawinkan dengan Puteri dari siralangi yang bernama Buse Mbaso, tindakan angka 2, 3, dan 4 disebut diatas dilaksanakan secara damai.

Setelah pue Sese menyerahkan jabatan magau kepada panjaroro Yang disebut saat ini Pue Bongo yaitu dengan acara Panjingge Toru ibu kota kerajaan dipindahkan dari besusu kebesusus kota yang sekarang disebut Kelurahan Baru. Maka terjadilah hal sebagai Berikut :
1.        Panjororo yang disebut Pue Bonggo dan keturunannya berhak menduduki tahta Magau Palu dengan Bulanggo
2.         Labunggulili dan dinastinya menduduki jabatan sebagai madika malolo Palu
3.        Keturunan Pue Sese beserta dinastinya akan menjadi Madika Matua Palu.
4.        Labunggulimu dan dinastinya menjadi Baligau Palu.

Hal-hal tersebut diatas hasil perjanjian / sumpah setia agar tidak terjadi perebutan kekusaan dikerajaan Palu. Setelah Panjororo tinggal di Besusu Busi Mbaso dari hasil perkawinannya lahir seorang anak bernama Malasigi.

Malasigi inilah menggantikan ayahnya sebagai magau kedua untuk kerajaan Palu. Malasigi mempunyai yang diakui oleh kerajaan yaitu seorang berkedudukan dibesusu dan seorang lagi berkedudukan di Panggona (Kel. Lere) saat ini.
Yajibose salah seorang bangsawan yang berpengaruh kuat di dolo. dan siapa yang berhak menggantikan Yaruntasi, apakah Pue Bengge atau Yanuraja atau Putra dari Yajibose. dan untuk menyelesaikan masalah ini diadakan musyawarah dikerajaan antara kerajaan Dolo dengan kerajaan Palu dipimpin oleh Madika Matua dari Besusu dan hasil musyawarah yaitu dibuatkan baruga lima di kaleke baruga 7 di dolo.
1.      Saudara dari yanu raja bernama Satimanuru dikawinkan dengan Jalalolu (pue langgo)
2.      Saudara dari Pue Bengge bernama Pue mbaso dikawinkan dengan Lasambili
3.      Para Bangsawan Masing Masing mEnerima upeti yang sama
4.      anak dari pue mbaso dan lasambili setelah  besar akan berkedudukan dikerajaan dolo.

Isteri dari besusu lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Raja Dewa. Isteri dari panggona ini keturunan dari Silalangi kemudian lahir seorang anak lakilaki bernama Lamakaraka (Tondate Dayo).



0 komentar:

Posting Komentar