Doc. Gaiya (YMP) |
Tau Taa Wana yang menghuni kawasan hutan hujan tropis di dataran tinggi Sabadoyang secara administasi masuk kecamatan Mamosalato kabupaten Morowali, dalam kehidupan kesehariannya memanfaatkan tanah dan kekayaan alam ntana tau tua (wilayah adat) untuk mendukung keberlanjutan kehidupannya. Dengan aktifitas utama sebagai peladang, mereka mencukupi kebutuhan pangan dari usaha budidaya padi dan tanaman semusim di ladang (navu) yang tersebar di sekitar pemukiman (lipu) dan belukar bekas ladang (yopo).
Dari pernyataan ini terlihat jelas posisi dan peran perempuan Taa tidak hanya sekedar urusan reproduksi tapi juga produksi bahkan untuk perlindungan kelangsungan pelayanan alam.
Terilhami dari diskusi lepas tersebut, akhir Juli 2009 diinisiasi suatu diskusi terfokus dengan delapan partisi-pan perempuan Sabado yang berusia 23–59 tahun dengan topik pemenuhan kebutuhan dari tata guna lahan.
Diskusi ini mengadopsi “Pebble Distribution Method”yang dikembangkan oleh CIFOR, yakni penetapan skor dengan metode distribusi kerikil, menggunakan jagung yang berjumlah 100 biji.
Pertama, identifikasi unit lanskap atau tipe penggunaan lahan yang selama ini dipraktekan oleh orang Sabado.
Dari curah pendapat, terideintifikasi ada tujuh tipe penggunaan lahan utama; 1] Hutan rimba (pangale), 2] hutan larangan (kapali), 3] hutan produksi (paplivu), 4] belukar bekas ladang lebih dari 10 tahun (yopo masia), 5] belukar bekas ladang kurang dari 10 tahun (yopo mangura), 6] ladang (navu) dan mukim (lipu).
Proses kedua, identifikasi kepentingan masyarakat lokal terkait kategori jenis kegunaan dari sumber daya alam. Hasilnya, ada delapan kepentingan atau kategori kegunaan sebagai berikut ;1) energi, 2) obat-obatan, 3) makanan dan sayur mayur, 4) protein hewani, 5) ba-ngunan dan perkakas rumah tangga, 6) peralatan musik, 7) bahan ritual adat, dan 8) rekreasi.
Selanjutnya, proses pemberian skor di mana masing-masing orang dipandu fasilitator akan menyebarkan biji-bijian pada matriks yang tersedia dimulai dari kategori jenis kegunaan pertama (seperti kepentingan untuk energi) dan diulang lagi untuk kategori kegunaan lainnya.
Dari pemberian skor ini, secara umum diperoleh informasi terkait kepentingan relatif dari tipe-tipe lahan me-nurut kegunaannya, sebagai berikut;1)Tipe penggunaan lahan yang penting bagi perempuan Sabado adalah belukar bekas ladang kurang dari 10 tahun (yopo mangura), kemudian secara berturut-turut belukar bekas ladang lebih dari 10 tahun, ladang, hutan rimba, mukim, hutan produksi dan terakhir hutan larangan.
Sebagian besar sumber kayu bakar, bahan pangan seperti sayur mayur dan palawija, bahan untuk perlatan musik serta tumbuhan obat-obatan berasal dari yopo mangura ini.
Di samping akses perempuan ke lokasi tersebut cukup dekat dari mukim dan ladang.2)Belukar bekas ladang lebih dari 10 tahun (yopo masia), berkontribusi besar untuk kepentingan pemenuhan peralatan dan perkakas rumah tangga dan bahan ritual adat.3) Ladang bagi perempuan Sabado tidak hanya sumber bahan makanan pokok seperti padi dan jagung tapi juga berfungsi sebagai tempat rekreasi dan menghilang-kan kejenuhan jika suasana mukim (lipu) kurang kondusif.4) Hutan rimba memiliki nilai penting untuk sumber protein hewani seperti anoa dan babirusa, sumber bahan ritual adat dan tumbuhan obat-obatan.
Harapan ke depan
Pada diskusi terfokus ini, Indo Erdin (36 tahun) berkomentar bahwa “hutan itu penyedia kebutuhan yang penting bagi masyarakat bukan hanya sekarang tapi juga untuk anak cucu kita nantinya, olehnya itu, perlu di rawat sepenuh hati dan tegakkan sanksi adat bagi yang merusaknya” tegasnya. Catatan lainnya dari peserta diskusi adalah perlu mendekatkan sumber bahan obat-obatan yang selama ini tersedia di hutan rimba dalam bentuk budidaya tanaman obat di sekitar pemukiman. Di samping itu, harapan perempuan Sabado agar pengetahuan lokal terkait pemanfaatan sumber daya alam bisa ditransformasikan ke anak-anak baik melalui lingkungan keluarga maupun di sekolah lipu.
Penting menyimak pernyataan Kepala Kampung (tau tua lipu) Sabado, Apa Ntuko (66 tahun) pada akhir diskusi ini. Ucapnya, “Hutan tumbuh dari tanah, semua berasal dari tanah. Jadi tanah harus dilindungi dan dipertahankan oleh orang Taa”.
Dari proses belajar bersama masyarakat adat Tau Taa menunjukkan bahwa perempuan Sabado memiliki akses dan kontrol yang sama dengan laki-laki dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan hutan.*** amran t
0 komentar:
Posting Komentar