Berbicara tentang lika-liku Masyarakat Adat (Indigenous people) di lingkungan Yayasan Merah Putih (YMP) akan lebih pas jika melibatkan sosok yang satu ini. Pengalaman bertahun-tahun mendampingi masyarakat adat Tau Taa Wana menjadikanya staf yang paling paham kehidupan masyarakat Taa. Agus Arham Rajag, lahir di Donggala 9 Agustus 1972.
Kesan pertama yang mungkin dapat ditangkap dari pria lulusan Fakultas Tekhnik Untad ini adalah ketenangan dan keramahanya. Modal utama yang diperlukan tiap staf dalam mendampingi masyarakat.
Sosok yang haus akan ilmu ini telah mengenyam berbagai event pendidikan dan pelatihan baik di tingkat lokal maupun nasional. Menurutnya hal ini penting dilakukan untuk pengembangan kapasitas. “Jika kita ingin berbuat secara maksimal di masyarakat maka kita harus memiliki kemampuan, bukan hanya mengandalkan semangat semata,” katanya
Dari sekian banyak pelatihan yang ia ikuti, di antaranya Lokalatih Monitoring Pengusahaan Hutan di Samarinda dan Berau –Kaltim 1998, Kunjungan Belajar Pengelolaan Sekolah Alternatif di Jambi dan Bogor, Kunjungan Belajar Pengelolaan Damar di Lampung hingga Fasilitator Pelatihan Pemetaan Partisipatif dan Pelatihan Site Conservation Planning (SCP) di Palu.
Sifat murah senyum pria pentolan TK Aisyah Palu tahun 1979 ini menjadikanya tidak mengalami hambatan berarti dalam melakukan tugas pendampingan di masyarakat adat Tau Taa Wana. Bahkan ia dihargai dengan dibangunkan rumah oleh masyarakat. Penghargaan yang belum pernah dilakukan oleh masyarakat Taa kepada orang di luar komunitasnya.
Agus memulai kerja pendampinganya di masyarakat Taa sejak tahun 2002. Tahun 2008 ia memutuskan untuk mencoba bergabung didivisi Informasi dan Dokumentasi (Indok) di kantor YMP Palu. Ia pun dipercayakan sebagai koordinator divisi.
Bekerja di belakang meja dengan segala aturan administratif memang tidak mudah baginya, apalagi setelah bertahun-tahun bersama masyarakat adat. Namun ia menganggap hal itu merupakan tantangan yang harus ia coba. Mengetik, mengedit hingga menjadi loper untuk menyebarkan majalah SILO ke semua LSM di Palu pun pernah ia kerjakan.
Menurut alumni SMA Sumatra 40 Bandung 1991 ini, setiap pekerjaan memiliki tantangan dan keasyikan tersendiri. “Jika kita menganggap segala bentuk aktifitas kita sebagai kenikmatan eksplorasi, maka kita tidak akan pernah merasa terbebani pekerjaan seumur hidup,” katanya.
Saat ini Agus menjadi staf didivisi riset dan advokasi kantor YMP Palu. Ketika ditanyakan tentang keinginanya untuk kembali bekerja di masyarakat Taa, Agus mengatakan bahwa ia pasti akan mengunjungi mereka lagi.
“Bekerja di kantor Palu bukan sebuah hambatan untuk tidak berkunjung ke Tau Taa, saya pasti akan ke sana. Saya kan punya ru-mah di sana, apalagi kalau ada upa-cara adat untuk merayakan panen,” ujar pria yang selalu mengkampanyekan masyarakat adat lewat dunia maya ini. ojan
0 komentar:
Posting Komentar