Pages

silahkan cari isi blog di sini

Rabu, 22 Juli 2015




Dalam kampanye Pilpres 2014 silam, Imam Sugema, menyindir kubu Prabowo-Hatta karena meremehkan paket Kartu Indonesia Sehat, Indonesia Pintar dan Indonesia Sejahtera-nya Jokowi-Kalla. “Kalau hidup di zaman batu, memang nggak usah pakai kartu. Ke Ketua Adat saja, nggak perlu antre,” sindir pegiat Megawati Institute itu via tribunnews.com (22/6/2014).
Pedas  sungguh  sindirannya. Tapi soalnya, kenapa pakai ungkapan “zaman batu”...?! Kenapa tidak pakai “zaman purba” saja. Toh itu lebih kena kalau memang mau bikin perumpaan tentang manusia kuno ? Apa salah sang “batu” sampai dihinakan begitu ? 

Rupanya bukan hanya Imam Sugema seorang yang doyan pakai ungkapan “batu” untuk mencap seseorang. Tetua-tetua kita tempo dulu  sudah memulai. Seseorang yang hanya diperalat untuk mencapai tujuan, diumpamakan batu loncatan. Yang keras  kepala, tak mau turut perintah dibilang kepala batu. Yang tak punya rasa belas kasih, disebut “berhati batu”. Tapi giliran pekerja keras yang punya semangat kuat, justeru dikatakan “berhati baja”. Padahal batu juga sama kerasnya dengan baja.
Lantas, bagi penganggur atau berstatus honorer K2, yang hanya bermodal honor pas-pasan, yang saban tiga bulan baru terima (itupun jika APBD memungkinkan), maka jangan coba-coba datang meminang putri orang. Resikonya besar....! “Memangnya anak saya mau dikasih makan batu....?!” Ini kemungkinan cercaan yang bakal didapat.


Jadi begitulah, seolah-olah sudah nasib dikandung badan batu terhinakan derajatnya. Bukan hanya lewat ungkapan, bahkan peribahasa. Ambil contoh: “Lempar batu sembunyi tangan”. Ini peribahasa bidal untuk mereka yang tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya; atau “ada udang dibalik batu” label bagi yang punya maksud-maksud tersembunyi. Ada lagi peribahasa “bagai  kerakap diatas batu, hidup segan mati tak mau”. Ini sebuah gambaran bagi kesengsaraan hidup orang 
yang tak punya daya apa-apa lagi, pasrah menunggu nasib. 

Memang sih ada satu dua pepatah yang punya makna baik, misalnya, “hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri, baik juga negeri sendiri,” tapi toh tetap saja posisi batu dalam pepatah ini jadi pelengkap penderita. Persis seperti Ibu si-Malingkundang yang entah sebab apa menyebut batu sebagai pilihan kata untuk mengutuk anaknya. Padahal masih banyak benda lain disekeliling yang bisa disebut: Tanah, air, kotoran kerbau atau apalah selain batu. Tapi karena pilihan kutukannya batu, maka berubahlah si Malingkundang jadi batu, dan diabadikan sebagai simbol anak durhaka.

Belakangan, Tuhan mulai  campur tangan. Tak tega melihat mahlukNya itu terus dihinakan manusia. Maka sejak dua tahun terakhir, sang batu mulai dimuliakan derajatnya, dari batu kali menjadi batu akik. Diburu dan digandrungi semua kalangan: Oleh sepuh-sepuh, oleh kaum muda, oleh kelas jelata, oleh kelas atas, oleh politisi dan oleh birokrat. Bahkan Walikota Palu dan  Gubernur  Sulteng bangga memajangnya di sepuluh jari sembari dijepret juru warta. Pokoknya, enam dari setiap sepuluh orang Indonesia saat ini, menjadikan batu sebagai topik pembicaraan sehari-hari.

Syahdan pemuliaan batu di Indonesia mulai fenomenal ketika Barack Obama memakai cincin permata batu bacan, hadiah dari SBY yang kebetulan penggemar batu akik. Dari situlah sejumlah anggota DPR mulai ikut-ikutan pakai cincin batu akik lokal. Konon, Jokowi dan Jusuf Kalla pun mengenakannya.
Majalah Indonesia Gemstone (IGS) melaporkan, pengguna batu mulia di Indonesia terbanyak di dunia setelah Tiongkok. Jumlahnya sekitar 12 juta orang. Di pasar internasional harga batu mulia asal Indonesia tak bisa dianggap sebelah mata. Batu jenis Dragon Agate misalnya dijual US$ 250 ribu. Batu Sun Go Kong bahkan menembus kisaran Rp 1 miliar. Maka menjadi masuk akal jika ikhwal batu akik ini, oleh sejumlah Pemerintah Daerah di Indonesia mulai terpikir untuk dilegalisasi melalui Perda sebagai bagian dari industri kreatif.*


Sumber: Buletin Silo (Media Aspirasi Rakyat) Edisi 59 Tahun 2015  


Ditulis Oleh : C.U (Cari Urusan) ~ Deskripsi Blog Anda

Artikel ini diposting oleh C.U (Cari Urusan) pada hari Rabu, 22 Juli 2015. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: Get this widget ! ::

0 komentar:

Posting Komentar