Pages

silahkan cari isi blog di sini

Sabtu, 04 Juni 2011

Teguh Menjaga Tradisi

Doc. Gaiya (YMP)
Masanang mo raya mami 
Ri eyo kajela Pedati 
Nempo ra sambote tasi 
Aku ne’e kalingani 
( bahagianya kami, disaat pedati tiba, walau di seberang lautan, kami jangan dilupakan). 
Demikian salah satu penggalan bait dari syair-syair tende bomba yang disenandungkan saat melepas kepergian kelompok pedati di Lipu (kampung) Sabado. Bait demi bait syair yang disenandungkan silih berganti oleh para tetua kampung, menjadikan suasana pagi (4/11/2009) di Lipu yang asri itu menjadi penuh haru. 

Jabat tangan dan pelukan perpisahan mengiringi kepulangan tim pedati setelah selama sepuluh hari menetap di Lipu/Kampung Sabado, pedati yang merupakan kelompok pemerhati seni budaya tradisi, telah merampungkan eksplorasi budaya tradisi dan musik etnik Tau Taa Wana, di salah satu unit pemukiman komunitas yang tengah memperjuangkan pengakuan atas budaya dan kearifan leluhurnya. “Saya sangat bangga dengan masyarakat adat Tau Taa Wana , teruslah seperti ini, menjaga tradisi leluhur, menjaga hutan biar tetap lestari dan kita akan sama-sama berjuang agar Ranperda Propinsi Sulawesi Tengah tentang Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat Tau Taa Wana segera menjadi PERDA” pesan Smit Lalove kepada masyarakat sabado dengan terbata-bata.

Sabado adalah salah satu unit pemukiman kecil Tau Taa Wana yang terletak di pegunungan Tokala, berada di ketinggian 730 meter diatas permukaan laut. 

Kampung ini dihuni oleh 20 kepala keluarga, dimana komunitasnya sangat memegang teguh adat istiadat warisan leluhurnya, interaksi sosial dan pengelolaan sumberdaya alam dilakukan dengan prinsip-prinsip kearifan lokal yang memperlakukan hutan dan lingkungan sekitarnya dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang. 

Hal utama yang menarik perhatian kawan-kawan PEDATI adalah kesenian yang dimiliki oleh Tau Taa. kehidupan mereka seperti pujangga, terlihat dari kebiasaan dan kelihaian mereka dalam mengungkapkan sesuatunya dengan bersyair, 

Tende bomba (ungkapan halus perasaan untuk seseorang), 
Kayori (bermakna lebih dalam dan halus lagi dari tende bomba), 
Mansibat/ngan-ngayu (pantun anak-anak) dan masih banyak lagi. 

“ Pun disini kami temukan beragam alat musik yang telah ada ratusan tahun lalu seperti gesso (dimainkan dengan cara gesek mirip biola), talali (alat music tiup serupa suling), tamburu (alat music dari mambu dimainkan dengan cara dipkul) dan lainnya, yang sangat membuat saya bangga dan terharu adalah kehi-dupan mereka yang bersahaja dan bersahabat dengan alam” ungkap Ichi, vocalis Pedati dengan mata berbinar. 

Tak terasa perjalanan tim susur budaya kelompok pedati selama sepuluh hari telah berakhir, dan mereka kembali membawa sejuta pengharapan Tau Taa. “Kami ingin orang lain menghargai kami, kami ingin diakui oleh pemerintah, kami ingin tinggal selamanya di tanah kami” demikian kesan yang didapatkan selama di Sabado. ***gaya

Ditulis Oleh : C.U (Cari Urusan) ~ Deskripsi Blog Anda

Artikel Teguh Menjaga Tradisi ini diposting oleh C.U (Cari Urusan) pada hari Sabtu, 04 Juni 2011. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: Get this widget ! ::

0 komentar:

Posting Komentar